Dikisahkan,
seorang tukang kayu yang telah kelelahan berkarya ingin segera menjalani
kehidupan pensiunnya, sejak awal dia adalah tukang kayu yang berbakat, tukang
kayu yang berdedikasi tinggi atas pekerjaannya, tukang kayu yang bertanggung
jawab penuh. Ketika ia menyampaikan keinginannya kepada Sang Tuan, ia malah
diberi tugas terakhir sebelum pensiun, sang Tuan ingin ia membuat sebuah rumah
megah untuknya.
Tukang kayu yang berbakat itu
tiba-tiba berubah, ia menjadi tukang kayu yang sembrono, tukang kayu yang
asal-asalan. Pukulan palu yang harusnya ia ayunkan tiga kali, hanya ia ayunkan
satu kali, itu pun ia lakukan dengan tidak sepenuh hati. Dengan terpaksa ia
menyelesaikan tugas terakhirnya, ia merasa Sang Tuan tidak lagi berpihak
padanya, ia sungguh kecewa. Dan kekecewaannya ia lampiaskan pada pekerjaannya.
Sebuah "Rumah Mewah" yang
jauh dari arti "Mewah" akhirnya selesai tepat waktu. Ketika hari
pensiun tiba, sang tukang kayu akhirnya mendapat sebuah amplop yang berisi
sejumlah uang pensiun dan sebuah “KUNCI” rumah. Ketika ia menerimanya segera ia
tersadar, ternyata kunci yang digenggamnya adalah kunci dari "Rumah
Mewah" yang baru selesai dibangunnya. "Hadiah special ini
dipersembahkan padamu, karena kerjamu yang luar biasa dan berdedikasi selama
bekerja di sini." Kata Sang Tuan. Lalu, sang tukang kayu hanya mampu
melihat kunci rumah itu dengan "PENYESALAN".
Bukankah kita seperti tukang kayu
ini, kita kadang-kadang lupa bahwa kita adalah pembuat rumah untuk diri kita
sendiri. Ketika kita membangun rumah masa depan kita dengan sembrono, kita akan
mendapatkan rumah yang mungkin kita tidak sukai, tapi itulah rumah yang harus
kita tempati, rumah yang kita bangun dengan ayunan tangan kita. Kita boleh
merasa kecewa ketika kita mendapati kenyataan bahwa rumah kita tidak seindah
yang kita impikan, bahkan reot.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar